Aku
dilahirkan di Dumai, Minggu pagi pukul 7.30 wib tanggal 20 September 1964.
Besar di Dumai. Tua di Dumai. Insyaa Allah juga akan mati di Dumai.
Putra
kesepuluh dari 13 bersaudara. Tapi sekarang yang hidup tinggal 9 orang.
Nama
lengkapku Ahmad Yani bin H. Abubakar. Biasanya kusingkat menjadi A Yani AB.
Pernah juga dulu dalam berkarya dengan nama Yani Abubakar. Yang lebih familiar
biasa dipanggil Yani. Kalau kawan² di lingkungan kerja biasa dengan panggilan
Uwak.
Orang tuaku
alm. H Abubakar. Ibuku almh. Hj Rubiah. Tempat asal keduanya dari Bengkalis.
Masuk ke Dumai tahun 50an, bapakku awalnya bekerja sebagai Guru SD. Tepatnya SD
1 (sekolah pertama di Dumai). Yang letaknya di sekitar pelabuhan Seismick.
Kemudian pindah ke sekolah² lain. Beliau pernah terpilih sebagai Guru Teladan
pertama di Dumai sekitar thn 80/81. Kemudian menjadi Kepala Sekolah. Sebagai
tokoh masyarakat, Ketua RW dan ketua Himpunan Ikatan Warga Riau (HIWR) di
Dumai. Ini organisasi sebelum ada LAMR. Meskipun alm. tidak punya bakat seni, tapi dia sangat
menyenangi seni budaya melayu. Bahkan pernah mendirikan sanggar Gambus dan Tari
Dzapin di th.91. Tapi aku lupa nama sanggarnya, padahal aku yang buatkan logo
dan plang namanya. Aku tak ikut disitu, karena tak pandai musik dan tari.
Beliau juga
ikut dalam Tim pengusulan Dumai menjadi Kota Madya. Terakhir sebagai Penilik
Sekolah, dan setelah pensiun menjadi Mubaligh.
Aku mulai
mengenal tulis baca di bangku SD thn.1971, tepatnya SDN 007 Bukit Jin. (karena
saat itu kebetulan ortu tugas di sana sampai 1976). Pindah ke Dumai sekolah di
SMP Karang Anyar th.1977 s/d pertengahan1980. Karena tahun itu ada perubahan
kurikulum tambah setengah tahun. Th.1977 itu pertama kali gedung SMP Karang
Anyar berdiri dan digunakan. Siswa kelas I, II dan III sudah ada, filial dari
SMP Bukit Jin pada caturwulan pertama.
Lanjut ke
SMAN 2 Dumai th.1980 dan tamatnya pd thn. ajaran 82/83.
Kuliah di
UNILAK Pekanbaru Fakultas Tehnik jurusan Sipil, tapi cuma ikut 2 semester.
Mundur teratur di th.85. Dalam tahun itu juga masuk ke ATMI Dumai Jurusan
Managemen Industri.
Menikah di
Pekanbaru pada maret 1989 dengan Yurida binti M Yusuf Syam. Menghasilkan 3
orang anak. Yang pertama laki² alm. M Yurianda Eka Putra (Yanda), meninggal
saat masih bayi.
Anak ke dua,
Ravidha Dwi Cahyani / Vira (sudah berkeluarga). Dan yang bungsu Resha Novida.
Aku punya dua cucu, Aisyah Nabilla dan Rivandra Evano.
Waktu itu pekerjaan
sehari-hari di tempat sablon, dan menata taman relief. Oktober 1993 mulai
bekerja sebagai Juru Gambar berstatus Labour Supply (sekarang TKJP), di Bagian
Safety Artist - HSSE Pertamina RU II Dumai. Pensiun pada 31 Desember 2019
dengan masa kerja 26 tahun.
Sebagai
Seniman Industri, terlalu banyak yang sudah kubuat untuk perusahaan. Mulai dari
melukis poster² keselamatan (manual sebelum ada digital printing), petunjuk
keselamatan, SOP, spanduk, neon box, rambu² lalin dn rambu industri, nama
jalan, sign board, desain tempat, desain logo, dekorator, menata taman dan
kolam hias di lingkungan perusahaan, dlsb. Sering juga membuat lukisan potret
dan karikatur untuk souvenir bagi
karyawan yang UTD dan yang pensiun. Karikatur atau lukisan GM, Manager
dan Section Head yang mutasi. Itu bukan job, tapi PeeR sampingan tergantung
pesanan. Pernah sekali bikin karikatur Dirut Pertamina (Buk Karen), untuk
souvenir saat kunjungannya ke RU II Dumai. Juga sering ikut dalam dekorasi stan
pameran Gugus Kendali Mutu di kantor pusat Pertamina Jakarta.vano.
Karikatur
yang ini bukan aku yang buat, karya Karikatur Dumai atas pesanan HSSE utk
kenang²an saat aku pensiun kemarin. Mungkin hasil komputerisasi, sementara
kalau aku yang bikin biasanya manual di atas kanvas atau kertas. Maklum,
sebagai generasi jaman old, aku tak banyak tahu soal program gambar di
komputer. Aku taunya cuma di program Robo Master, bikin /cutting sticker
scothlite dengan perangkat Plotting Cutter. Karena saat itu aku operatornya.
Soal kiprah
dan riwayat berkesenian, aku cuma punya modal secuil bakat, yang kerap kuasah
setajam mungkin. Tapi sayangnya tak pernah tajam². Mungkin karena tidak serius,
atau terlalu banyak buang waktu. Atau batasnya memang cuma segitu. Tapi aku
tetap bersyukur sudah dianugerahi bakat seni, meski tumpul tapi paling tidak,
bisalah untuk berbagi sedikit manfaat pada orang lain.
Untuk
mengecam pendidikan seni, jujur saja sekali haram tak pernah, meskipun dulunya
ingin juga, tapi tak kesampaian.
Pengetahuan
tentang seni kupelajari secara autodidac, berdasarkan pengalaman dan minat
sesuai masanya. Kemudian diperdalam dengan filsafat. Karena dengan bekal
filsafat, aku semakin sampai pada ruh yang menjiwai kesenianku.
Aku
membidangi senirupa dan sastra (khususnya puisi dan cerpen,serta sedikit
artikel dan cerita menyanyah).
Minat
senirupa awalnya aku rasakan sejak masih di bangku SD. Sesuai zamannya, aku
suka mencoret-coret tanah dengan gambar tokoh² kartun dan Cergam pada masa itu.
Spiderman, Gundala, Batman & Robbin, Popeye, Scoobydoo, Bobo, dlsb.
Kemudian mulai di atas kertas dan belajar untuk mewarnai. Selanjutnya membuat
gambar pahlawan (hitam putih). Beberapa kali menjuarai lomba menggambar sampai
ke tingkat SLTA. Waktu kls 3 SMP pernah dapat juara 3 se Dumai.
Minat
bersenirupa saat itu terasa makin asyik, kebetulan guru keterampilan waktu itu
(Bpk.Yudho Pramono) seorang seniman lukis yang juga bisa bikin patung, gambar
relief, janur dan kerajinan lainnya.
Dengan
sedikit pengetahuan bikin janur dan dekor, mulai saat masih SMP sampai umur
40an, alhamdulillah aku sering diminta untuk bikin janur dan dekorasi pada
pesta² perkawinan atau acara2 lain di dumai dan juga luar daerah. Tapi tidak
bersifat komersil, cuma menyumbang apa yang aku bisa.
Dekorasi
sering aku bumbui dengan gambar2 vignett, yang biasanya direbut orang setelah
usai acara. Ada semacam kepuasan bathin, meski aku akhirnya jadi pengidap
insomnia.
Waktu terus
menggelinding, usiapun semakin terguling. Namun seni tetap mendarah daging.
Lingkungan yang bukan seni, mengelus manja masa remajaku yang sebetulnya tengah
berada dipersimpangan. Jati diri dalam berkesenian terlihat kabur dan liar di
balik kepul asap dan denting botol². Namun pemberontakan jiwa seni itu tetap
menggeliat meski cuma sebatas coretan gambar dan sajak² frustasi.
Usia muda
hidup di zaman Orde Baru, dimana rakyat tak bisa banyak bicara tentang sesuatu
yang berbau politik. Dimana otoriter menjadi dewa kekuasaan mutlak bagi
pemerintah dan aparat. Disini hati kecilku terdorong untuk ikut dalam dunia
politik. Gabung dan menjadi pengurus inti di sebuah partai sejak awal 80an.
Namun akhirnya mengundurkan diri di th. 91 lewat pernyataan di atas segel,
karena hal tertentu. Juga karena menyadari bahwa aku bukanlah seorang
politikus, melainkan seniman. Walaupun saat itu peluang untuk duduk di kursi
DPRD kabupaten sudah di depan mata.
Awal 80an
aku mulai coba menulis puisi. Mungkin pertengahan tahun itu, aku mulai
bersemangat menulis dan mengirim sajak bersama kawan². Juki Muslim AG,
Kaharuddin Mustafa, MH Thamrin, Ucok Resah, dll.
Sesuai
zamannya, kami cuma bisa menulis dan mengirimkannya ke media cetak Surat Kabar
Mingguan. Langganan kami SKM Taruna Baru terbitan Medan. Kemudian sajak²ku juga
pernah di muat di SKM Dobrak, SKM Angkatan Bersenjata, SKM Sinar Indonesia
Pembaruan ( Medan ). SKM Symponi (Jakarta), SKM Singgalang (Padang). Genta
(Pekanbaru). Terakhir di awal 90/91 di Riau Pos dan pernah juga puisi dan
cerpen di Dumai Pos.
SKM Taruna
Baru (Medan) sempat memuat biografiku secara singkat pada halaman koran tsb.
sekitar th. 86/87. Mungkin tak banyak yang bisa kubanggakan dengan itu semua.
Tapi paling tidak aku sudah pernah menulis dan berbagi karya. Itu saja.
Untuk
pementasan nyaris seperti tidak ada. Cuma aku dkk. (termasuk Tyas AG) kadang
membacanya lewat acara puisi di Radio Bhayangkara, Radio Tata Swara dan Radio
Calender Broadcasting System (di radio ini aku sempat jadi Pembawa Acara
Puisi).
Sementara
Alm. Kaharuddin pernah jadi pembawa acara puisi di Radio Tata Swara.
Karir...???
Aku tak
pernah memikirkan tentang karir dalam berkesenian. Sumpah...!. Biar saja
mengalir seperti apa adanya.
Kadang aku
berfikir berkesenian itu seperti mau buang air seni. Kalau sudah kebelet,
apapun dicoratcoret, yang penting desakan keinginan bisa lepas. Kalau ditahan
malah jadi penyakit. Namun untuk melepaskannya tetap dengan memperhatikan
nilai-nilai. Itu pasti.
Soal
senirupa.
Selain yang
kuceritakan di atas, di bulan April 1999, aku kebetulan dapat juara I Lomba
Cipta Logo Kota Dumai.
Pernah juga
juara I dalam Lomba Cipta Desain Tugu Selamat Datang (Tugu Bundaran).
Membuat
desain sekaligus proyek Tugu Wahana Tata Nugraha (depan Kilang).
Membuat
desain dan mengerjakan langsung Tugu Fireman (area Kilang RU II).
Juara I
Lomba Cipta Logo Sistem Managemen Lingkungan (SML - ISO 14001) untuk Pertamina.
Membuat Logo
Lindungan Lingkungan (Enfironmental) untuk saat itu.
Membuat Logo
Dewan Kesenian Daerah Kota Dumai.
Juga logo2
lain yang tak bisa kuingat satu persatu.
Pernah
membuat Cergam "Saputangan Penyebar Maut" dari cerpen Nahar Effendhi.
Ilustrasi cover buku kumpulan cerpennya "Tujuh Penguak Tabir".
Pernah juga
membuat cover buku tentang perminyakan (lupa judulnya) yang penulisnya beberapa
tokoh pimpinan di Pertamina RU II Dumai.
Aktivitas
berkesenian paling cuma di tempat kerja sehari-hari. Ikut dalam kepengurusan
DKD dari awal, dengan beberapa kegiatan yang ada.
Sering
diminta jadi Juri, sebagai penilai untuk beberapa cabang lomba seni di tingkat
TK sampai SMA di Kota Dumai. Pernah juga di tingkat Umum.
Th. 2000
pernah ikut pelatihan senirupa di Pekanbaru yang diselenggarakan oleh DKR.
Dilanjut dengan melukis bersama pelukis se-Riau di pinggiran Danau Raja -
Rengat. Dengan thema "Eksplorasi Raja Suran". Pernah juga diundang
Dinas Pariwisata Prov. Riau untuk ikut dalam pameran lukisan, bersama seniman
lukis se-Riau di Pekanbaru.
Diskusi
seniman lukis di Gedung Budaya, dalam Pameran berthema "4 sungai besar di
Riau".
Sebenarnya
tak banyak lukisan yang jadi koleksi. Sebab aku melukis biasanya pas ada yang
pesan. Sementara lukisan yang ada seringkali tidak tuntas.
Kadang pas
lagi ada mood, kucoba juga bikin karya seni tiga dimensi dari barang bekas,
kayu, pelepah kelapa, dan lain sebagainya. Cuma membuat, dan bukan untuk komersil.
"Harley
de Aqua" , ini salah satu contoh yang sempat terfoto. Karya lainnya lesap
entah kemana hutan.
Aku sudah
terlalu panjang menulis tentang profile, itupun tak semua dapat kuingat dan
kumuat dalam tulisan ini. Panjang, tapi kenyataannya aku tetap sebagai seniman
kecil dengan segala kekurangan yang ada.
Mungkin aku
seniman yang tak bisa dibanggakan. Tapi aku bangga sudah menjadi seorang
seniman.
"Seorang
seniman boleh saja mewarnai langit dengan warna merah, atau warna apapun
menurut kemauannya. Tapi bagi yang bukan seniman, berilah nama pada benda²
seperti kenyataannya" (by; Jules feiffer ).
Wassalam....
bersambung...

























